Kamar itu tidak
terlalu besar dengan penerangan sebuah lampu kecil yang memberikan sensasi
remang-remang. Di tengahnya terdapai dipan yang tertutup oleh kasur dan
dilapisi seprai. Disudut ruangan ada meja dan bangku kecil yang didepannya
tergantung sebuah kaca. Menurutku kamar ini cukup bersih dan nyaman. Ketika
masuk ke dalamnya aku disambut oleh wangi aroma yang aku juga tidak tahu pasti
apa itu. Tapi aroma itu telah membuatku rileks dan nyaman.
Ketika aku masih
termangu melihat keadaan sekeliling, suara Santi yang lembut mengejutkanku.
"Ayo atuh A',
jadi pijit ga? Kok malah bengong di pintu aja?"
"Eh, iya
ya... Oke... Oke..." aku pun segera mengambil posisi di tempat tidur.
"Bajunya
dibuka dulu atuh A'. Masa pijit masih pake baju begitu." kata Santi dengan
manja.
Ya, tentu saja.
Betapa bodohnya aku, apa yang akan dipijit jika aku masih mengenakan bajuku?
Segera saja kulepas kemeja dan kaos dalamku, kemudian dengan telaten tanpa
perlu disuruh Santi mengambil lalu menggantungkannya di balik pintu yang telah
ia tutup sebelumnya.
"Punten A',
celana panjangnya dilepas juga atuh. Nanti Santi susah mijitnya kalo masih pake
celana begitu."
Wow, aku kaget.
Masalahnya aku hanya menggunakan boxer di balik celana panjangku. Masih ada
sedikit rasa risih untuk hanya mengenakan boxer di depan gadis manis yang belum
aku kenal ini. Namun saat aku menatap wajah manis nan sensual serta melirik
sedikit ke bawah lehernya di mana tergantung dua buah gundukan padat serta
berisi itu, akal sehatku terkalahkan. Akhirnya kulepas juga celana panjangku
dengan dibantu olehnya.
Dia pun mulai
memijit ringan dari mulai bawah kakiku. Dia mengendurkan otot-otot kakiku yag
sudah pegal karena menginjak pedal seharian. Dari kaki, dia beralih ke leher
kemudian turun menuju punggung. Tanganku pun tak lupa ia relaksasi.
"Wah, si Aa'
ototnya pada kaku semua ya? Pasti pegel-pegel semua ya A'?" tanyanya
lembut.
"Iya nih,
habis nyetir seharian. Jadinya pada kaku semua."
"Tenang aja
A', serahkan sama Santi pasti semuanya akan beres." jawabnya menggoda.
Dia lalu
menuangkan sedikit lotion di tangannya lalu dia balurkan ke punggung dan mulai
mengurutnya. Ah, nyaman sekali rasanya ketika tangan mungil nan halus itu mulai
menyapu punggungku dari atas sampai hampir pada bokongku. Penat yang dari tadi
pagi kurasakan seolah perlahan-lahan mulai sirna.
Selesai dengan
punggung, dia lanjutkan dengan kakiku. Dia mulai mengurut otot kaki bagian bawah. Dari telapak
kaki dia mulai bergerak ke atas menuju paha. Ketika mengurut pada pangkal
pahaku, entah sengaja atau tidak sesekali dia menyentuh kedua bolaku. Aku pun
sedikit terkejut, namun sepertinya dia menanggapinya dengan biasa.
“A’, ayo
coba balik badan, saya mau mengurut leher dan bagian depan Aa’.” dia memintaku
penuh kelembutan. Aku pun segera menurutinya, kubalik badanku sehingga sekarang
dalam posisi berbaring. Dia mulai mengusapi badanku dengan lotion. Saat itu
baru kusadari bahwa dia sangat manis, dengan payudara yang bergoyang-goyang
saat dia mengusap badanku dengan lotion. Tiba-tiba tanpa diduga dia duduk
diatas perutku, dan mulai mengurut leherku. Bagiku berat tubuhnya bukan
masalah, namun sensasi yang kurasakan itu lumayan meresahkanku, mengingat aku
belum pernah melakukan hal ini dengan wanita lain. Tapi aku hanya diam saja dan
menikmati keadaaan ini. Mataku tak lepas dari dua buah bukit kembar yang sedari
tadi bergoyang-goyang menantang, dan tampaknya dia mulai menyadari kalau aku
memperhatikannya. Bukannya risih namun dia malah mengambil tanganku,
mengurutnya, sambil menempelkan punggung tanganku ke dadanya. Wow, kurasakan
sesuatu yang masih kenyal dan kencang di sana, dan hal itu memicu hormon
testosteronku meroket. Kemaluanku yang dari tadi sudah setengah menegang
menjadi full erection. Selesai mengurut tangan kananku, dia pun melanjutkan dengan
tangan kiriku dan masih dengan cara yang sama.
Tanpa
sadar tangan kananku mulai memegang-megang sambil sedikit meremas payudara yang
masih padat itu. “Ih, Aa’ nakal deh. Kenapa atuh A’? Suka ya?” jawabnya nakal.
“Aku
gemes banget ngeliatnya. Masih bagus banget ya? Boleh lihat ga? Aku penasaran
nih.” entah setan mana yang merasukiku hingga aku berani berkata demikian.
Sepertinya urat maluku sudah putus. Tanpa kuduga, dia pun segera melepas tank
top-nya, sehingga kali ini kulihat dengan jelas dua bukit kembar itu bergantung
dekat sekali dengan wajahku. Tanganku pun segera menangkapnya, bermain-main,
serta memilin-milin lembut puting yang masih terbilang kecil itu. Perlahan
namun pasti puting kecil yang berwarna coklat kehitaman itu pun mengeras, dan
payudara yang masih ranum itu mulai mengencang.
Santi
mulai gelisah, wajahnya mulai memerah. Tanpa dia sadari, dia semakin bergeser
ke arah bawah dari tubuhku. Dia terkejut ketika pantatnya menyenggol sesuatu
yang sudah mengeras dari tadi. Lalu kurengkuh dia ke dalam pelukanku,
kudaratkan ciuman di bibirnya yang lembut itu. Lidahku mulai menyapu bibirnya
dan memaksa masuk ke dalam mulutnya. Di dalam mulutnya sudah menunggu lidahnya
yang rupanya sudah siap bertarung dengan lidahku. Kami pun saling memagut satu
sama lain. Tanganku terus bergerilya dan mulai menurunkan rok pendeknya hingga
kini dia hanya mengenakan celana dalam saja.
Dari
mulut aku bergerak menuju lehernya yang jenjang, lidahku bergerak dengan
liarnya menelusuri kulitnya yang putih itu. Sampai di kedua payudaranya, aku
tambah gemas dibuatnya, kuciumi mereka bergantian satu sama lain. Lalu puting
kecil yang sudah mengeras itu pun tenggelam di dalam mulutku. Lidahku tak
henti-hentinya mempermainkan mereka. Kulihat Santi mulai tidak bisa
mengendalikan dirinya, dia menengadah sambil memejamkan matanya, sementara
pinggulnya bergerak-gerak menggesek kemaluanku.
Kami pun
segera bertukar posisi, dia kubaringkan di kasur dan segera saja kulepas celana
dalamnya yang sudah mulai basah itu. Hmm, ada aroma khas yang belum pernah
kucium selama ini. Santi pun membuka kedua pahanya, dan tampaklah sebuah
belahan merah dengan bibir yang masih cukup rapat berkilauan karena dihiasi
oleh cairan pelumas. Rambut kemaluannya yang baru mulai tumbuh setelah dicukur
itu semakin membuat gairahku bergelora. Perlahan kujilati dari luar ke dalam, sambil
sesekali memberikan gigitan kecil di luarnya. Akibat ulahku itu terkadang dia
sedikit mengerang namun tertahan. Kusibakkan bibir itu dengan lidahku dan
kurasakan ada tonjolan kecil di atasnya. Kuhisap dalam-dalam dan kumainkan
dengan lidahku, sementara jariku mulai menyelinap ke dalam celah yang sudah basah
dan hangat. Jariku mulai leluasa bergerak keluar masuk karena liang itu sudah
licin oleh cairan pelumas. Ketika jariku semakin cepat dan lidahku semakin
liar, Santi pun mulai menegang dan gelisah. Sampai akhirnya dia menjerit dengan
sedikit tertahan, “Akhhh... A’... Ayuk terus... Santi sebentar lagi sampai...
Ahhhh...”
Mendengar
permintaannya, aku pun semakin menggila, dan kemudian dia menggelinjang.
Tangannya menarik rambutku, sementara pahanya menjepit kepalaku, dan kurasakan
denyut-denyut di jariku yang ada di dalam sana. Kali ini teriakannya tidak
tertahan,”Aaaakkkhhhh.... Ouuuuch..... Hufffhh... Aa’nakal......”
Kurasakan
semacam cairan bening dan hangat mengalir ditanganku yang berasal dari jariku
yang ada di dalam sana. Tubuh Santi mulai melemas dengan nafas yang
terengah-engah. Kusodorkan jari-jemariku yang masih basah ke mulutnya. Dengan
serta merta dia pun menjilati jariku. Hal ini membuat kemaluanku semakin keras
saja. Aku pun segera melepas celana boxerku, dan menyodorkan batangku yang
sudah demikian keras ke mulutnya. Santi pun tanggap dan segera mengulum
kemaluanku. Mulutnya yang mungil itu terlihat penuh oleh batangku yang memang
terbilang di atas rata-rata. Mulanya aku kasihan melihatnya, namun sepertinya
dia malah menikmatinya dan hal itu mulai membangkitkan kembali hasrat
birahinya. Secara otomatis aku pun menggoyangkan pinggulku menyesuaikan dengan
irama yang dia buat. Benar-benar luar biasa sensasi yang kurasakan, membuatku
seperti melayang. Kata si Teteh dia belum berpengalaman, tapi sudah seperti ini
aksinya. “A’, ayo buruan masukin, Santi udah ga tahan lagi nih.” katanya memelas.
Lalu kucabut kemaluanku dari mulutnya dan perlahan kugesekkan ke permukaan bibirnya
yang memang sudah basah dari tadi. Dia sedikit mengejang ketika permukaan bibir
licin nan sensitif itu bertemu dengan kepala penisku. Akhirnya setelah kurasa
cukup licin, kumasukkan kemaluanku ke dalam liangnya secara perlahan. Awalnya
dia melenguh, namun setelah beberapa kali kugerakkan tampaknya dia sudah mulai
bisa menyesuaikan. Rasanya luar biasa ketika penisku berada di dalam dirinya,
masih begitu ketat dan menggigit. Denyut-denyut di dinding vaginanya sangat
bisa kurasakan. Gerakanku semakin lama semakin cepat, dan Santi pun semakin
gelisah kembali. Dia mulai meremas pinggulku dan menarik-narik rambutku.
Tubuhnya menegang dan menggelinjang sekali lagi. Denyut-denyut di dalam sana
semakin kuat terasa dan tiba-tiba gerakanku terasa sangat licin. Kulihat banyak
sekali cairan bening yang melumuri batangku. Tubuh Santi kembali melemas dan
lunglai. Aku pun mulai mengurangi kecepatan gerakanku. Kucium keningnya,
bibirnya, lehernya, dan kulumat habis kedua putingnya.
“A’,
sekarang gantian dong Santi yang di atas.” dia meminta. Rupanya dia sudah mulai
terangsang lagi oleh cumbuanku.
“Oke,
siapa takut?” jawabku sambil nyengir. Kami pun segera bertukar posisi, kali ini
dia berada di atasku. Dia pun mulai mengambil posisi berjongkok di atas
perutku. Secara perlahan batangku sudah masuk di dalamnya. Santi mulai bergerak
naik turun, dan sesekali menjepit batangku di dalamnya. Gerakan itu membuatku
semakin gila. Sensasi yang dihasilkan sungguh luar biasa. Gerakannya semakin
lama semakin cepat dan membuat dorongan dari dalam diriku mulai muncul ke
permukaan. Santi pun seperti sedang trance, terkadang dia meremas payudaranya
sendiri, bahkan menarik-narik dan memilin putingnya. Teriakannya kali ini lebih
heboh lagi, “Ah..ah..ah... Aduh enak sekali, A’. Punya Aa’ gede banget, nikmat
banget ada di dalem. Owh... Santi pengen keluar lagi....Ufhhh...”
Tubuhnya
menegang dan menggelinjang lagi untuk yang ketiga kalinya. Setelah itu dia pun
ambruk di atas dadaku dengan nafas yang terengah-engah. Hasrat birahiku yang
sudah semakin tinggi dan akan segera meledak seolah memberikan kekuatan yang
luar biasa. Segera kubaringkan Santi, dan kali ini langsung ku goyang dengan sekuat
tenaga. Dia hanya bisa pasrah sambil terus mendesah, “Ah..ah..ah... Ayo A’
keluarin di dalem aja... Santi udah ga tahan...”
Akhirnya
dorongan itu keluar disertai dengan semburan lava putih kental di dalam vaginanya.
Seluruh ototku seperti berkelojotan melepaskan semua hasrat itu. Cairan putih
itu mengalir melewati celah merah yang merekah itu dan sebagian jatuh ke kasur.
Aku pun segera mengambil tempat disisinya, kupeluk erat dirinya. Santi pun
seolah tidak mau aku tinggalkan, dia memelukku erat-erat. Kami pun berciuman
dengan lembut di bibir. Dan kami mulai terlelap setelah lelah oleh pertempuran
yang menguras tenaga itu.



No comments:
Post a Comment