Cerita Sebelumnya...
“Ih,
Mas Pandu nakal ah.” sahutku memanja.
Dia
lalu melepas jilbabku sehingga tampaklah rambutku yang masih basah dengan
panjang sepunggung. Mas Pandu kembali melumat bibirku dan dilanjutkan dengan
menghujani leher, pundak dan telingaku dengan ciuman. Apa yang dilakukan Mas
Pandu itu benar-benar membuatku kegelian sekaligus menjadi semakin terangsang.
Tanganku dengan lihainya mulai melepas kaos yang tengah dikenakannya. Kini
tampaklah di depanku dada bidang Mas Pandu yang selama ini selalu tertutup
baju. Tubuhnya tampak atletis, dengan otot-otot yang tidak terlalu besar namun
padat berisi membuat setiap wanita yang memandangnya akan luluh lantak tak
berdaya. Kuberanikan untuk bermain-main di sekitar area putingnya, karena berdasarkan
pengalaman dengan mantan-mantanku, daerah tersebut adalah area yang sangat
sensitif untuk seorang pria.
Seperti
dugaanku, dia tambah menggila. Dia semakin merapatkan tubuh bagian bawahnya
kepadaku. Kurasakan ada sesuatu yang besar dan keras menganjal di bawah
perutku. Rupanya dia juga sudah gemas, dengan penuh nafsu dia menyingkapkan
baju tidurku ke atas dan langsung melepasnya. Kini aku hanya mengenakan bra
dengan payudara yang seolah sudah ingin meloncat keluar dan celana dalam saja.
Lalu aku pun melepas sarungnya, dan tampaklah Mas Pandu hanya mengenakan celana
dalam saja. Terlihat celana dalam itu seperti tidak mampu menampung
kemaluannya, karena selain bayangannya yang menonjol begitu besar, ujung
kepalanya sampai mengintip dari dalam. Meskipun sedikit shock karena baru kali
ini melihat penis yang begitu besar, namun syahwat justru telah mendorong rasa
penasaranku untuk mencobanya.
Mas
Pandu kini mulai menelusuri ke arah bawah leherku. Dia ciumi belahan dadaku
yang masih terbungkus bra. Dia tidak segera melepas bra itu, namun justru terus
bergerak ke arah perut. Dia terus menciumi, menjilat dan mengisap bahkan sampai
ke daerah pangkal pahaku. Aku semakin terangsang dan terus mendesah karena
kegelian sekaligus keenakan, “Ah, terus, Mas. Ah..ah..ah...”
Kuremas-remas
kepala Mas Pandu hingga rambutnya acak-acakan, namun dia tak peduli. Dia terus
saja mengeksplorasi tubuhku. Jemarinya lalu meraba kemaluanku dari balik celana
dalamku. Dia menggesek-gesek kemaluanku dan sesekali meremasnya. Hal itu benar-benar
membuatku semakin panas. Aku pun sampai menggerakkan pinggulku mengikuti irama
gesekan tangannya. Sementara itu tanganku meremas-remas payudaraku sendiri dari
balik bra. Dari bawah, Mas Pandu bergerak ke atas lagi, kali ini secara lembut
dia melepaskan pengait braku, sehingga dengan satu sentakan bra yang kukenakan
seperti meloncat. Dengan hati-hati dia lolosi bra itu dari kedua lenganku. Kini
tampaklah kedua payudaraku yang besar dengan puting yang sudah menegang keras
sekali. “Ah, gila, susu kamu gedhe banget, Ran. Masih kencang dan padat. Oh,
lihatlah,mereka sudah tegang ya?” Mas Pandu terkagum-kagum dengan pemandangan
di hadapannya.
Lalu
dengan lembut dia ciumi dan kecupi kedua payudaraku secara bergantian.
Terkadang dia membuat cubitan kecil dengan bibirnya hingga menimbulkan bekas
merah di sana. Yang aku heran, dia tidak sedikitpun menyentuh putingku yang
sudah mengeras sejak tadi. Hal ini benar-benar membuatku penasaran. Padahal
kupikir sensasinya pasti luar biasa ketika putingku mendapat stimulasi.
Sepertinya dia sengaja bermain-main di area sekitar putingku. Aku benar-benar
telah hilang kendali, aku tak tahu lagi sudah seberapa basah celana dalamku
karena dibanjiri oleh cairan pelumasku. Dia lalu bergerak ke bawah, sambil
terus menciumi dan menjilati seluruh permukaan kulitku. Perlahan dia lepas
celana dalamku, satu-satunya penutup tubuhku saat ini. “Wah, lihat nih. Celana
dalammu sudah basah sekali, he..he...he... kamu sudah horny banget ya, Ran?”
katanya seraya mencium celana dalamku. “Aromanya khas sekali. Yang seperti ini
pasti akan selalu membangkitkan gairah lelaki manapun.”
Mas
Pandu kemudian menciumi kemaluanku setelah sebelumnya jari-jemarinya
menyibakkan rambut kemaluanku. Lidahnya kemudian menyapu bibir luar kemaluanku
dan dilanjutkan dengan menelusur lebih dalam lagi. Aku pun menjerit dengan
sedikit tertahan, “Akh, Mas... Pelan-pelan... Tapi aww... geli sekaligus
nikmat, Mas.”
Lidah
Mas Pandu kemudian berhenti di suatu titik dan menstimulasinya habis-habisan.
Jarinya menelusup ke dalam celah kemaluanku meski tak terlalu dalam. Ya,
lidahnya menari-nari di klitorisku. “Ouuuchhh... Mas... Ah..ah..ah...” aku tak
mampu berkata apa-apa lagi. Hanya sensasi dan kenikmatan yang tiada tara
kusrasakan saat ini.
Kini ibu jari dan telunjuknya berkolaborasi menstimulasi klitoris dan permukaan luar liang kewanitaanku. Sementara itu, bibir dan lidahnya kembali ke atas menyambut putingku yang sudah mengharap untuk dihisap dari tadi. Kali ini aku benar-benar tak mampu membendung datangnya gelombang kenikmatan yang datang. Tiba-tiba tubuhku menegang, melengkung ke depan, bergetar hebat, dan beberapa saat kemudian kurasakan dorongan dari area bawah perutku. Liang kewanitaanku terasa berdenyut dan menyemburkan sesuatu beberapa kali. “Aaakkhhh, ssshh... ah... ah... ah... Aku keluarrrr, Masss” jeritku tertahan sambil tanganku meremas rambut dan lengannya.
Setelah
itu tubuhku lemas sekali, seluruh tulangku serasa dilolosi. Tapi Mas Pandu
tetap melancarkan serangannya, namun kali ini lebih mengarah ke leher dan
payudaraku. Sesekali kami berciuman dan saling memagut. Sepertinya dia paham,
jika seorang wanita mengalami orgasme, maka area kewanitaannya akan terasa
sangat sensitif. Maka dia mengistirahatkan tangannya yang tadi menstimulasi
liang kewanitaanku. Cumbuan-cumbuan yang diberikan Mas Pandu kembali membakar
gairahku, tubuhku yang sempat melemas kembali mendapat suntikan tenaga akibat
birahi. Mas Pandu tak menunggu lama lagi, diarahkannya kemaluannya ke wajahku.
Aku pun langsung mengerti apa yang dia inginkan. Dan ketika celana dalamnya
kuturunkan, kemaluannya yang memang sudah tegang dari tadi segera mencuat
keluar dan sempat memukul wajahku. Kami pun sedikit terkikik melihat kejadian
itu. Kuperkirakan panjangnya mencapai 20 cm dengan diameter sekitar 4 cm, lebih
besar dari kepunyaan mantan-mantanku. Baru kali ini aku menghadapi penis yang
begitu besar. Meskipun agak ngeri, namun aku juga penasaran bagaimana rasanya.
Perlahan
kujilat ujung kepala topi baja itu, kemudian kutelusuri hingga pangkalnya. Kugelitik
dengan lidahku, dari lubang kencingnya hingga tepian dari topi baja itu, yang
tentu saja membuatnya terangsang hebat. “Aouughhh... geli, Ran.... Ayo langsung
diisep aja....” teriaknya sambil tangannya mendorong kepalaku supaya memasukkan
penis besar itu lebih dalam ke mulutku. Aku pun tak kuasa menolak, dan mulai
memasukkan benda hangat nan besar itu ke dalam mulutku. Karena saking besar dan
panjangnya, penis Mas Pandu hanya sanggup masuk separuhnya saja ke dalam
mulutku. Itu pun sudah menyentuh tenggorokanku. Kugerakkan kepalaku perlahan
maju mundur sambil tanganku memegang bagian pangkal kemaluan Mas Pandu. Saat
kulirik ke atas, kulihat dia sedang memejamkan mata seolah sangat menikmati
sensasi dari servis yang sedang kuberikan ini. Memang, menurut pengalaman
mantan-mantanku, servis mulutku memberikan sensasi yang luar biasa.
Batang
Mas Pandu tampak berkilat-kilat karena berlumuran air liurku. Rasanya sungguh
luar biasa, hangat dan terasa penuh sekali di mulutku. Belum pernah ada penis sebesar
ini yang masuk ke dalam mulutku. “Ah..ah..ah.. Enak sekali, Ran. Kayanya kamu
udah terlatih ya? Huffhhh...” gumam Mas Pandu keenakan. Setelah beberapa menit,
Mas Pandu kemudian mencabut penisnya dari mulutku dan bergerak ke bawah. Di
gesek-gesekkannya ujung penis itu tepat di depan labia mayoraku. Lalu tanganku
secara refleks menahan perutnya, “Mas, aku belum pernah melakukan ini
sebelumnya. Apakah memang harus kita lakukan ini juga?” tanyaku.
“Oh,
jadi kamu masih gadis ya?” tanyanya keheranan. “Tapi servismu tadi benar-benar
luar biasa, dan terlalu hebat untuk orang yang belum pernah berhubungan.”
lanjutnya.
“Ya,
dengan mantan-mantanku gaya berpacaran kami bisa dibilang sudah terlalu jauh,
namun tidak lebih dari oral sex. Aku hanya mempersembahkan kesucianku ini hanya
untuk orang yang benar-benar kusayangi dan dia serius menyayangi aku juga. Aku
gak mau memberikannya untuk orang yang hanya mau main-main saja.” jawabku
perlahan.
“Ketahuilah,
Ran. Aku benar-benar jatuh cinta kepadamu sejak pertama kita bertemu. Dan sejak
saat itu pula aku berharap kamulah gadis terakhir dalam hidupku. Makanya ketika
kita mendapat tugas ke sini, aku seneng banget karena bisa bareng sama kamu.”
kata Mas Pandu lembut dengan tatapan yang meneduhkan.
“Apakah
kamu serius, Mas? Apa yang kamu katakan ini semuanya benar dan bukan dusta?”
tanyaku sambil menatap mata Mas Pandu dalam-dalam seolah ingin memastikan
kebenaran di sana.
“Iya,
aku serius, Ran. Aku mencintaimu, sekarang dan selamanya.” masih dengan tatapan
yang lembut dia meyakinkanku. Wajahnya semakin mendekat, dan bibirku pun larut
dalam ciumannya.
“Baiklah,
tapi pelan-pelan ya, Mas. Mengingat ini adalah kali pertamaku.” aku memohon
kepadanya.
“Tentu,
aku akan berhati-hati.” dia lalu menekan penisnya perlahan masuk lebih dalam ke
liang kewanitaanku.
“Akhhh,
Mas.... sakkit...” rintihku.
“Tenang,
Cuma awalnya doang. Aku akan pelan-pelan.” katanya menenangkan.
Oh,
seperti inikah rasanya malam pertama itu? Perlahan kurasakan sesuatu yang
hangat dan besar merangsek masuk kedalam kemaluanku. Dia diam untuk beberapa
saat, kemudian mundur sedikit lalu maju lagi sedikit demi sedikit. Rasa yang
awalnya sakit berubah jadi nyaman. Lama kelamaan gerakan Mas Pandu menjadi
lebih mudah, selain vaginaku sudah mampu menyesuaikan, juga cairan pelumas yang
mulai membanjiri lubang kewanitaanku. Meskipun masih terasa sedikit perih,
namun kemudian muncul sensasi yang baru yaitu rasa nikmat. Rasanya sungguh luar
biasa ketika batang yang besar dan berotot itu menggesek dinding vaginaku.
Gesekan-gesekan itu mulai membakar kembali birahiku. Gairahku mulai merangkak
naik kembali. Aku sempat melihat, Mas Pandu belum memasukkan seluruh batangnya
ke dalam kewanitaanku. Entah karena memang sudah mentok atau dia masih
berhati-hati supaya aku tidak terlalu kesakitan. Aku masih melihat separuh dari
batangnya ada diluar kemaluanku.
Kedua tangan Mas Pandu mendarat di kedua payudaraku. Kemudian dia meremas dan memilin serta memutar-mutar putingku yang sudah mulai tegang lagi. Bibirnya kembali melumat bibirku. Mendapatkan sensasi seperti ini, birahiku kembali terdongkrak naik secara drastis. “Hmmph... Oh, Mas... Terus, Mas... yeah.. ufh..ufh..ufh...” aku mulai meracau tak terkendali. Aku memejamkan mataku menikmati setiap sensasi yang dia berikan. Kami tak mempedulikan lagi keringat yang bercucuran dan saling bercampur satu sama lain.
Tanganku
meremas dan menjambak rambut Mas Pandu sekenanya. Semakin lama goyangan Mas
Pandu semakin kencang, dan dinding vaginaku seolah menyambut sensasi itu. Rasa
sakit sudah tak kuhiraukan lagi tertutupi oleh rasa nikmat. Dorongan itu datang
lagi, dan kembali tubuhku menegang. “Oh, Mas... Aku mau keluar lagi...
Akkkhhh... ah...ah...ah...”
Kini
dengan penis Mas Pandu di dalam vaginaku, denyut-denyut itu semakin jelas terasa.
Dan untuk beberapa detik aku mengejang, menikmati puncak kenikmatanku yang
kedua. Terasa cairan hangat menyembur di dalam liang kewanitaanku sehingga
semakin membasahi batang yang saat ini menyesakinya. Cairan kenikmatan itu
membuat penis Mas Pandu dapat lebih mudah bergerak dengan liarnya di dalam
kewanitaanku. Tanganku beralih ke dada Mas Pandu. Kucubit dan kuremas-remas
kedua putingnya, karena kuyakin pasti dia akan sangat terangsang. Benar saja,
kulihat matanya sudah memejam seolah bersiap-siap untuk menyongsong datangnya
sesuatu.
Setelah
menggoyang sekian menit, lalu tiba-tiba kurasakan penis Mas Pandu
berdenyut-denyut di dalam vaginaku. Sedetik kemudian kurasakan sesuatu yang
hangat kembali membanjiri vaginaku. Hanya saja kali ini terasa lebih lengket.
“Hoouuufhhh... aku keluar, Ran... Arrghhh...”
Mas
Pandu menghentikan gerakannya dan dengan nafas terengah-engah dia menatapku
sambil tersenyum. Dia lalu mendaratkan ciumannya di bibirku. Di dalam sana
kurasakan penisnya mulai melemas, tidak sekeras tadi lagi. Mas Pandu kemudian
mencabut penisnya dan berbaring di sampingku. Ada cairan yang mengalir keluar
ketika penis itu meninggalkan vaginaku, sepertinya banyak sekali cairan yang
disemburkan olehnya karena sampai mengalir keluar dan membasahi sprei.
Kami
berdua berbaring dengan nafas yeng terengah-engah. Kami tenggelam dalam pikiran
kami masing-masing. Tanpa disadari, kami berdua terlelap untuk beberapa saat.
Aku
sedikit terkejut, karena kurasakan ada sesuatu yang hangat menyentuh
payudaraku. Ketika aku membuka mata, ternyata Mas Pandu tengah asyik
bermain-main dengan kedua payudaraku. “Eh, kamu udah bangun, Ran? Sorry nih
jadi keganggu, ya? Abisnya gemes banget liat susu kamu yang gedhe ini sih.” katanya
sambil nyengir.
“Uuh...
nakal ya... Lagi enak-enak bobo dibangunin. Yang bangun gak Cuma orangnya nih.”
kataku manja. Ya, apa yang dilakukan Mas Pandu mulai membuatku terangsang
kembali. Namun aku masih merasakan sedikit perih di area kewanitaanku.
“Trus,
kalo gak cuma orangnya, apa lagi nih yang bangun?” tanyanya menggodaku, sambil
tangannya asyik meremas dan memilin-milin putingku. Kurasakan putingku sudah
mulai mengeras lagi.
“Nafsunya
bangun lagi, nih. Tapi punyaku masih sedikit perih, Mas. Abisnya punyamu gedhe
banget sih. Kayanya jadi sedikit lecet tuh barangku.” aku pura-pura merajuk.
“Iya,
aku juga maklum. Ini kan kali pertama. Meskipun pengen tapi aku gak memaksa untuk
melakukannya lagi kok. Kan masih ada cara lain.” Katanya sambil memberikan
tatapan yang nakal.
“Maksudmu
apa nih, Mas?” tanyaku pura-pura tidak tahu. “Ya, itu. Kalo lubang yang bawah
gak bisa kan masih ada lubang yang atas. Gak kalah nikmat kok.” katanya sambil
tertawa kecil yang dilanjutkan dengan mendaratkan ciuman di bibirku. Aku pun
menyambut ciumannya dengan tidak kalah panasnya.
Setelah
melepaskan ciumannya, Mas Pandu kemudian mengarahkan batangnya yang ternyata
sudah mengeras ke arah mulutku. Dan sekali lagi, aku memberikan servis oral
kepadanya. Aku pun mulai menjilati, mengisap dan mengulum penis besar itu.
Sesekali tanganku memberikan kocokan kepada batang besar yang sudah mengeras
tersebut. Rupanya Mas Pandu ingin mencoba sesuatu yang lain, dengan tangannya
dia pukul-pukulkan penisnya ke kedua putingku secara bergantian. Penis yang
sudah berkilat kerena basah oleh air liurku itu, diletakkannya di antara kedua
payudaraku. Dia lalu memberi isyarat agar aku menjepit penis itu dengan kedua
payudaraku. Setelah kujepit dia mulai menggerakkan penisnya di belahan
payudaraku.
Beberapa
menit kemudian, dia kembali mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku pun langsung
menyambutnya. Kali ini hisapanku lebih kuat dan tanganku mengocok lebih cepat.
Kulirik ke atas, mata Mas Pandu mulai terbeliak ke atas hingga nampak putihnya
saja. “Oofhhh... terus, Ran. Aku mau keluar sebentar lagi... Hhhggghhh....”
Tangan
Mas Pandu memegang kepalaku lebih erat dan mendorong sesuai dengan gerakan
menghisapku. Tak berapa lama, menyemburlah cairan kejantanan itu di dalam
mulutku. Karena terkejut, hampir saja aku tersedak dibuatnya. Meskipun rasanya
agak aneh, namun cairan itu kutelan begitu saja. Konon katanya bisa menjadi
obat awet muda. Setelah itu kubersihkan sisa-sisa cairan yang masih menempel di
permukaan topi baja itu. Batang yang semula keras tegak menjulang itu kini
perlahan mulai layu. Dengan nafas yang terengah-engah Mas Pandu kembali
tergeletak di sampingku.
“Hufh..
gila... Nikmat sekali, Ran. Kamu memang hebat sekali. Ayo kita istirahat dulu,
besok masih ada pekerjaan yang menunggu.” katanya masih dengan nafas yang belum
beraturan.
“Baiklah,
Mas. Tapi aku ingin malam ini tidurku dipeluk olehmu.” kataku manja. Lalu Mas
Pandu bergeser lebih dekat kepadaku, dan memelukku erat-erat. Dinginnya udara
puncak malam itu seolah tiada terasa, karena kami berdua merasa begitu hangat
setelah tubuh kami berdua terbakar api asmara. Aku ingin dipeluk karena aku
takut dia akan meninggalkanku. Dia telah menumpahkan spermanya di dalam
kewanitaanku. Baru terpikir olehku, jika nanti aku hamil bagaimana? Apakah dia
benar-benar mau bertanggung jawab? Ah, pikiranku terlalu lelah untuk memikirkan
atau memperkirakan jawaban untuk semua pertanyaan itu. Biarlah waktu yang
menjawabnya. Namun jauh di lubuk hatiku aku berharap, Mas Pandu benar-benar
serius dengan perkataannya, dan bukan dusta semata.
****
Pagi
itu suasana kantor seperti biasa, ramai dan tiap orang sibuk dengan urusannya
masing-masing. Begitu pula denganku, yang sedang sibuk membuat report dari
kegiatan kami di puncak kemarin. Masalah report sebenarnya tidak terlalu
menggangguku, justru masalah lain yang saat ini sedang membuatku galau. Dari
pagi aku belum melihat sosok Mas Pandu. Terakhir bertemu adalah kemarin sore
ketika dia mengantrakan aku pulang ke kos-kosan. Entah kenapa kini aku menjadi
begitu posesif, seolah takut sekali dia akan meninggalkan aku. Aku selalu khawatir
jika sewaktu-waktu akhirnya dia pergi meninggalkan ku sedangkan dia telah
mengambil keuntungan dariku. Aku benar-benar merasa bodoh saat ini. Mengapa waktu
itu aku tidak berpikir lebih panjang? Ah, memang jika nafsu sudah menghinggapi
manusia, maka seluruh logika pun akan tertutup karenanya. Tapi aku selalu
berpikir positif, bahwa Mas Pandu adalah sosok yang baik dan bukanlah tipe
seorang bajingan.
Selesai.
No comments:
Post a Comment