Tuesday, January 15, 2013

Puncak Nan Membara - 2

Cerita Sebelumnya...

“Ih, Mas Pandu nakal ah.” sahutku memanja.

Dia lalu melepas jilbabku sehingga tampaklah rambutku yang masih basah dengan panjang sepunggung. Mas Pandu kembali melumat bibirku dan dilanjutkan dengan menghujani leher, pundak dan telingaku dengan ciuman. Apa yang dilakukan Mas Pandu itu benar-benar membuatku kegelian sekaligus menjadi semakin terangsang. Tanganku dengan lihainya mulai melepas kaos yang tengah dikenakannya. Kini tampaklah di depanku dada bidang Mas Pandu yang selama ini selalu tertutup baju. Tubuhnya tampak atletis, dengan otot-otot yang tidak terlalu besar namun padat berisi membuat setiap wanita yang memandangnya akan luluh lantak tak berdaya. Kuberanikan untuk bermain-main di sekitar area putingnya, karena berdasarkan pengalaman dengan mantan-mantanku, daerah tersebut adalah area yang sangat sensitif untuk seorang pria.

Seperti dugaanku, dia tambah menggila. Dia semakin merapatkan tubuh bagian bawahnya kepadaku. Kurasakan ada sesuatu yang besar dan keras menganjal di bawah perutku. Rupanya dia juga sudah gemas, dengan penuh nafsu dia menyingkapkan baju tidurku ke atas dan langsung melepasnya. Kini aku hanya mengenakan bra dengan payudara yang seolah sudah ingin meloncat keluar dan celana dalam saja. Lalu aku pun melepas sarungnya, dan tampaklah Mas Pandu hanya mengenakan celana dalam saja. Terlihat celana dalam itu seperti tidak mampu menampung kemaluannya, karena selain bayangannya yang menonjol begitu besar, ujung kepalanya sampai mengintip dari dalam. Meskipun sedikit shock karena baru kali ini melihat penis yang begitu besar, namun syahwat justru telah mendorong rasa penasaranku untuk mencobanya.

Mas Pandu kini mulai menelusuri ke arah bawah leherku. Dia ciumi belahan dadaku yang masih terbungkus bra. Dia tidak segera melepas bra itu, namun justru terus bergerak ke arah perut. Dia terus menciumi, menjilat dan mengisap bahkan sampai ke daerah pangkal pahaku. Aku semakin terangsang dan terus mendesah karena kegelian sekaligus keenakan, “Ah, terus, Mas. Ah..ah..ah...”


Kuremas-remas kepala Mas Pandu hingga rambutnya acak-acakan, namun dia tak peduli. Dia terus saja mengeksplorasi tubuhku. Jemarinya lalu meraba kemaluanku dari balik celana dalamku. Dia menggesek-gesek kemaluanku dan sesekali meremasnya. Hal itu benar-benar membuatku semakin panas. Aku pun sampai menggerakkan pinggulku mengikuti irama gesekan tangannya. Sementara itu tanganku meremas-remas payudaraku sendiri dari balik bra. Dari bawah, Mas Pandu bergerak ke atas lagi, kali ini secara lembut dia melepaskan pengait braku, sehingga dengan satu sentakan bra yang kukenakan seperti meloncat. Dengan hati-hati dia lolosi bra itu dari kedua lenganku. Kini tampaklah kedua payudaraku yang besar dengan puting yang sudah menegang keras sekali. “Ah, gila, susu kamu gedhe banget, Ran. Masih kencang dan padat. Oh, lihatlah,mereka sudah tegang ya?” Mas Pandu terkagum-kagum dengan pemandangan di hadapannya.

Lalu dengan lembut dia ciumi dan kecupi kedua payudaraku secara bergantian. Terkadang dia membuat cubitan kecil dengan bibirnya hingga menimbulkan bekas merah di sana. Yang aku heran, dia tidak sedikitpun menyentuh putingku yang sudah mengeras sejak tadi. Hal ini benar-benar membuatku penasaran. Padahal kupikir sensasinya pasti luar biasa ketika putingku mendapat stimulasi. Sepertinya dia sengaja bermain-main di area sekitar putingku. Aku benar-benar telah hilang kendali, aku tak tahu lagi sudah seberapa basah celana dalamku karena dibanjiri oleh cairan pelumasku. Dia lalu bergerak ke bawah, sambil terus menciumi dan menjilati seluruh permukaan kulitku. Perlahan dia lepas celana dalamku, satu-satunya penutup tubuhku saat ini. “Wah, lihat nih. Celana dalammu sudah basah sekali, he..he...he... kamu sudah horny banget ya, Ran?” katanya seraya mencium celana dalamku. “Aromanya khas sekali. Yang seperti ini pasti akan selalu membangkitkan gairah lelaki manapun.”

Mas Pandu kemudian menciumi kemaluanku setelah sebelumnya jari-jemarinya menyibakkan rambut kemaluanku. Lidahnya kemudian menyapu bibir luar kemaluanku dan dilanjutkan dengan menelusur lebih dalam lagi. Aku pun menjerit dengan sedikit tertahan, “Akh, Mas... Pelan-pelan... Tapi aww... geli sekaligus nikmat, Mas.”

Lidah Mas Pandu kemudian berhenti di suatu titik dan menstimulasinya habis-habisan. Jarinya menelusup ke dalam celah kemaluanku meski tak terlalu dalam. Ya, lidahnya menari-nari di klitorisku. “Ouuuchhh... Mas... Ah..ah..ah...” aku tak mampu berkata apa-apa lagi. Hanya sensasi dan kenikmatan yang tiada tara kusrasakan saat ini.


Kini ibu jari dan telunjuknya berkolaborasi menstimulasi klitoris dan permukaan luar liang kewanitaanku. Sementara itu, bibir dan lidahnya kembali ke atas menyambut putingku yang sudah mengharap untuk dihisap dari tadi. Kali ini aku benar-benar tak mampu membendung datangnya gelombang kenikmatan yang datang. Tiba-tiba tubuhku menegang, melengkung ke depan, bergetar hebat, dan beberapa saat kemudian kurasakan dorongan dari area bawah perutku. Liang kewanitaanku terasa berdenyut dan menyemburkan sesuatu beberapa kali. “Aaakkhhh, ssshh... ah... ah... ah... Aku keluarrrr, Masss” jeritku tertahan sambil tanganku meremas rambut dan lengannya.

Setelah itu tubuhku lemas sekali, seluruh tulangku serasa dilolosi. Tapi Mas Pandu tetap melancarkan serangannya, namun kali ini lebih mengarah ke leher dan payudaraku. Sesekali kami berciuman dan saling memagut. Sepertinya dia paham, jika seorang wanita mengalami orgasme, maka area kewanitaannya akan terasa sangat sensitif. Maka dia mengistirahatkan tangannya yang tadi menstimulasi liang kewanitaanku. Cumbuan-cumbuan yang diberikan Mas Pandu kembali membakar gairahku, tubuhku yang sempat melemas kembali mendapat suntikan tenaga akibat birahi. Mas Pandu tak menunggu lama lagi, diarahkannya kemaluannya ke wajahku. Aku pun langsung mengerti apa yang dia inginkan. Dan ketika celana dalamnya kuturunkan, kemaluannya yang memang sudah tegang dari tadi segera mencuat keluar dan sempat memukul wajahku. Kami pun sedikit terkikik melihat kejadian itu. Kuperkirakan panjangnya mencapai 20 cm dengan diameter sekitar 4 cm, lebih besar dari kepunyaan mantan-mantanku. Baru kali ini aku menghadapi penis yang begitu besar. Meskipun agak ngeri, namun aku juga penasaran bagaimana rasanya.

Perlahan kujilat ujung kepala topi baja itu, kemudian kutelusuri hingga pangkalnya. Kugelitik dengan lidahku, dari lubang kencingnya hingga tepian dari topi baja itu, yang tentu saja membuatnya terangsang hebat. “Aouughhh... geli, Ran.... Ayo langsung diisep aja....” teriaknya sambil tangannya mendorong kepalaku supaya memasukkan penis besar itu lebih dalam ke mulutku. Aku pun tak kuasa menolak, dan mulai memasukkan benda hangat nan besar itu ke dalam mulutku. Karena saking besar dan panjangnya, penis Mas Pandu hanya sanggup masuk separuhnya saja ke dalam mulutku. Itu pun sudah menyentuh tenggorokanku. Kugerakkan kepalaku perlahan maju mundur sambil tanganku memegang bagian pangkal kemaluan Mas Pandu. Saat kulirik ke atas, kulihat dia sedang memejamkan mata seolah sangat menikmati sensasi dari servis yang sedang kuberikan ini. Memang, menurut pengalaman mantan-mantanku, servis mulutku memberikan sensasi yang luar biasa. 


Batang Mas Pandu tampak berkilat-kilat karena berlumuran air liurku. Rasanya sungguh luar biasa, hangat dan terasa penuh sekali di mulutku. Belum pernah ada penis sebesar ini yang masuk ke dalam mulutku. “Ah..ah..ah.. Enak sekali, Ran. Kayanya kamu udah terlatih ya? Huffhhh...” gumam Mas Pandu keenakan. Setelah beberapa menit, Mas Pandu kemudian mencabut penisnya dari mulutku dan bergerak ke bawah. Di gesek-gesekkannya ujung penis itu tepat di depan labia mayoraku. Lalu tanganku secara refleks menahan perutnya, “Mas, aku belum pernah melakukan ini sebelumnya. Apakah memang harus kita lakukan ini juga?” tanyaku.

“Oh, jadi kamu masih gadis ya?” tanyanya keheranan. “Tapi servismu tadi benar-benar luar biasa, dan terlalu hebat untuk orang yang belum pernah berhubungan.” lanjutnya.

“Ya, dengan mantan-mantanku gaya berpacaran kami bisa dibilang sudah terlalu jauh, namun tidak lebih dari oral sex. Aku hanya mempersembahkan kesucianku ini hanya untuk orang yang benar-benar kusayangi dan dia serius menyayangi aku juga. Aku gak mau memberikannya untuk orang yang hanya mau main-main saja.” jawabku perlahan.

“Ketahuilah, Ran. Aku benar-benar jatuh cinta kepadamu sejak pertama kita bertemu. Dan sejak saat itu pula aku berharap kamulah gadis terakhir dalam hidupku. Makanya ketika kita mendapat tugas ke sini, aku seneng banget karena bisa bareng sama kamu.” kata Mas Pandu lembut dengan tatapan yang meneduhkan.

“Apakah kamu serius, Mas? Apa yang kamu katakan ini semuanya benar dan bukan dusta?” tanyaku sambil menatap mata Mas Pandu dalam-dalam seolah ingin memastikan kebenaran di sana.

“Iya, aku serius, Ran. Aku mencintaimu, sekarang dan selamanya.” masih dengan tatapan yang lembut dia meyakinkanku. Wajahnya semakin mendekat, dan bibirku pun larut dalam ciumannya.

“Baiklah, tapi pelan-pelan ya, Mas. Mengingat ini adalah kali pertamaku.” aku memohon kepadanya.

“Tentu, aku akan berhati-hati.” dia lalu menekan penisnya perlahan masuk lebih dalam ke liang kewanitaanku.

“Akhhh, Mas.... sakkit...” rintihku.

“Tenang, Cuma awalnya doang. Aku akan pelan-pelan.” katanya menenangkan.

Oh, seperti inikah rasanya malam pertama itu? Perlahan kurasakan sesuatu yang hangat dan besar merangsek masuk kedalam kemaluanku. Dia diam untuk beberapa saat, kemudian mundur sedikit lalu maju lagi sedikit demi sedikit. Rasa yang awalnya sakit berubah jadi nyaman. Lama kelamaan gerakan Mas Pandu menjadi lebih mudah, selain vaginaku sudah mampu menyesuaikan, juga cairan pelumas yang mulai membanjiri lubang kewanitaanku. Meskipun masih terasa sedikit perih, namun kemudian muncul sensasi yang baru yaitu rasa nikmat. Rasanya sungguh luar biasa ketika batang yang besar dan berotot itu menggesek dinding vaginaku. Gesekan-gesekan itu mulai membakar kembali birahiku. Gairahku mulai merangkak naik kembali. Aku sempat melihat, Mas Pandu belum memasukkan seluruh batangnya ke dalam kewanitaanku. Entah karena memang sudah mentok atau dia masih berhati-hati supaya aku tidak terlalu kesakitan. Aku masih melihat separuh dari batangnya ada diluar kemaluanku. 


Kedua tangan Mas Pandu mendarat di kedua payudaraku. Kemudian dia meremas dan memilin serta memutar-mutar putingku yang sudah mulai tegang lagi. Bibirnya kembali melumat bibirku. Mendapatkan sensasi seperti ini, birahiku kembali terdongkrak naik secara drastis. “Hmmph... Oh, Mas... Terus, Mas... yeah.. ufh..ufh..ufh...” aku mulai meracau tak terkendali. Aku memejamkan mataku menikmati setiap sensasi yang dia berikan. Kami tak mempedulikan lagi keringat yang bercucuran dan saling bercampur satu sama lain.

Tanganku meremas dan menjambak rambut Mas Pandu sekenanya. Semakin lama goyangan Mas Pandu semakin kencang, dan dinding vaginaku seolah menyambut sensasi itu. Rasa sakit sudah tak kuhiraukan lagi tertutupi oleh rasa nikmat. Dorongan itu datang lagi, dan kembali tubuhku menegang. “Oh, Mas... Aku mau keluar lagi... Akkkhhh... ah...ah...ah...”

Kini dengan penis Mas Pandu di dalam vaginaku, denyut-denyut itu semakin jelas terasa. Dan untuk beberapa detik aku mengejang, menikmati puncak kenikmatanku yang kedua. Terasa cairan hangat menyembur di dalam liang kewanitaanku sehingga semakin membasahi batang yang saat ini menyesakinya. Cairan kenikmatan itu membuat penis Mas Pandu dapat lebih mudah bergerak dengan liarnya di dalam kewanitaanku. Tanganku beralih ke dada Mas Pandu. Kucubit dan kuremas-remas kedua putingnya, karena kuyakin pasti dia akan sangat terangsang. Benar saja, kulihat matanya sudah memejam seolah bersiap-siap untuk menyongsong datangnya sesuatu.

Setelah menggoyang sekian menit, lalu tiba-tiba kurasakan penis Mas Pandu berdenyut-denyut di dalam vaginaku. Sedetik kemudian kurasakan sesuatu yang hangat kembali membanjiri vaginaku. Hanya saja kali ini terasa lebih lengket. “Hoouuufhhh... aku keluar, Ran... Arrghhh...”

Mas Pandu menghentikan gerakannya dan dengan nafas terengah-engah dia menatapku sambil tersenyum. Dia lalu mendaratkan ciumannya di bibirku. Di dalam sana kurasakan penisnya mulai melemas, tidak sekeras tadi lagi. Mas Pandu kemudian mencabut penisnya dan berbaring di sampingku. Ada cairan yang mengalir keluar ketika penis itu meninggalkan vaginaku, sepertinya banyak sekali cairan yang disemburkan olehnya karena sampai mengalir keluar dan membasahi sprei.


Kami berdua berbaring dengan nafas yeng terengah-engah. Kami tenggelam dalam pikiran kami masing-masing. Tanpa disadari, kami berdua terlelap untuk beberapa saat.

Aku sedikit terkejut, karena kurasakan ada sesuatu yang hangat menyentuh payudaraku. Ketika aku membuka mata, ternyata Mas Pandu tengah asyik bermain-main dengan kedua payudaraku. “Eh, kamu udah bangun, Ran? Sorry nih jadi keganggu, ya? Abisnya gemes banget liat susu kamu yang gedhe ini sih.” katanya sambil nyengir.

“Uuh... nakal ya... Lagi enak-enak bobo dibangunin. Yang bangun gak Cuma orangnya nih.” kataku manja. Ya, apa yang dilakukan Mas Pandu mulai membuatku terangsang kembali. Namun aku masih merasakan sedikit perih di area kewanitaanku.

“Trus, kalo gak cuma orangnya, apa lagi nih yang bangun?” tanyanya menggodaku, sambil tangannya asyik meremas dan memilin-milin putingku. Kurasakan putingku sudah mulai mengeras lagi.

“Nafsunya bangun lagi, nih. Tapi punyaku masih sedikit perih, Mas. Abisnya punyamu gedhe banget sih. Kayanya jadi sedikit lecet tuh barangku.” aku pura-pura merajuk.

“Iya, aku juga maklum. Ini kan kali pertama. Meskipun pengen tapi aku gak memaksa untuk melakukannya lagi kok. Kan masih ada cara lain.” Katanya sambil memberikan tatapan yang nakal.

“Maksudmu apa nih, Mas?” tanyaku pura-pura tidak tahu. “Ya, itu. Kalo lubang yang bawah gak bisa kan masih ada lubang yang atas. Gak kalah nikmat kok.” katanya sambil tertawa kecil yang dilanjutkan dengan mendaratkan ciuman di bibirku. Aku pun menyambut ciumannya dengan tidak kalah panasnya.

Setelah melepaskan ciumannya, Mas Pandu kemudian mengarahkan batangnya yang ternyata sudah mengeras ke arah mulutku. Dan sekali lagi, aku memberikan servis oral kepadanya. Aku pun mulai menjilati, mengisap dan mengulum penis besar itu. Sesekali tanganku memberikan kocokan kepada batang besar yang sudah mengeras tersebut. Rupanya Mas Pandu ingin mencoba sesuatu yang lain, dengan tangannya dia pukul-pukulkan penisnya ke kedua putingku secara bergantian. Penis yang sudah berkilat kerena basah oleh air liurku itu, diletakkannya di antara kedua payudaraku. Dia lalu memberi isyarat agar aku menjepit penis itu dengan kedua payudaraku. Setelah kujepit dia mulai menggerakkan penisnya di belahan payudaraku.


Beberapa menit kemudian, dia kembali mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku pun langsung menyambutnya. Kali ini hisapanku lebih kuat dan tanganku mengocok lebih cepat. Kulirik ke atas, mata Mas Pandu mulai terbeliak ke atas hingga nampak putihnya saja. “Oofhhh... terus, Ran. Aku mau keluar sebentar lagi... Hhhggghhh....”

Tangan Mas Pandu memegang kepalaku lebih erat dan mendorong sesuai dengan gerakan menghisapku. Tak berapa lama, menyemburlah cairan kejantanan itu di dalam mulutku. Karena terkejut, hampir saja aku tersedak dibuatnya. Meskipun rasanya agak aneh, namun cairan itu kutelan begitu saja. Konon katanya bisa menjadi obat awet muda. Setelah itu kubersihkan sisa-sisa cairan yang masih menempel di permukaan topi baja itu. Batang yang semula keras tegak menjulang itu kini perlahan mulai layu. Dengan nafas yang terengah-engah Mas Pandu kembali tergeletak di sampingku. 

“Hufh.. gila... Nikmat sekali, Ran. Kamu memang hebat sekali. Ayo kita istirahat dulu, besok masih ada pekerjaan yang menunggu.” katanya masih dengan nafas yang belum beraturan.

“Baiklah, Mas. Tapi aku ingin malam ini tidurku dipeluk olehmu.” kataku manja. Lalu Mas Pandu bergeser lebih dekat kepadaku, dan memelukku erat-erat. Dinginnya udara puncak malam itu seolah tiada terasa, karena kami berdua merasa begitu hangat setelah tubuh kami berdua terbakar api asmara. Aku ingin dipeluk karena aku takut dia akan meninggalkanku. Dia telah menumpahkan spermanya di dalam kewanitaanku. Baru terpikir olehku, jika nanti aku hamil bagaimana? Apakah dia benar-benar mau bertanggung jawab? Ah, pikiranku terlalu lelah untuk memikirkan atau memperkirakan jawaban untuk semua pertanyaan itu. Biarlah waktu yang menjawabnya. Namun jauh di lubuk hatiku aku berharap, Mas Pandu benar-benar serius dengan perkataannya, dan bukan dusta semata.

****

Pagi itu suasana kantor seperti biasa, ramai dan tiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Begitu pula denganku, yang sedang sibuk membuat report dari kegiatan kami di puncak kemarin. Masalah report sebenarnya tidak terlalu menggangguku, justru masalah lain yang saat ini sedang membuatku galau. Dari pagi aku belum melihat sosok Mas Pandu. Terakhir bertemu adalah kemarin sore ketika dia mengantrakan aku pulang ke kos-kosan. Entah kenapa kini aku menjadi begitu posesif, seolah takut sekali dia akan meninggalkan aku. Aku selalu khawatir jika sewaktu-waktu akhirnya dia pergi meninggalkan ku sedangkan dia telah mengambil keuntungan dariku. Aku benar-benar merasa bodoh saat ini. Mengapa waktu itu aku tidak berpikir lebih panjang? Ah, memang jika nafsu sudah menghinggapi manusia, maka seluruh logika pun akan tertutup karenanya. Tapi aku selalu berpikir positif, bahwa Mas Pandu adalah sosok yang baik dan bukanlah tipe seorang bajingan.

Selesai.

No comments:

Post a Comment