Friday, January 31, 2014

Jaka Tarub XXX


Dahulu kala, di Desa Tarub, tinggal­lah seorang janda bernama Mbok Randa Tarub. Sejak suaminya me­­ninggal dunia, ia mengangkat seorang bo­­­cah laki-laki sebagai anaknya. Setelah dewa­sa, anak itu dipanggilnya Jaka Tarub.

Jaka Tarub anak yang baik. Tangannya ringan melakukan pekerjaan. Setiap hari, ia membantu Mbok Randha mengerjakan sawah ladangnya. Dari hasil sawah ladang itulah mereka hidup. Mbok Randha amat mengasihi Jaka Tarub seperti anaknya sendiri.

Waktu terus berlalu. Jaka Tarub ber­anjak dewasa. Wajahnya tampan, tingkah lakunya pun sopan. Untuk ukuran seorang pemuda, dapat dikatakan bahwa Jaka Tarub memiliki postur yang lumayan. Tubuhnya tinggi dengan badan yang tegap serta ototnya yang kekar karena terbiasa bekerja keras. Banyak gadis yang men­dambakan untuk menjadi istrinya. Na­mun Jaka Tarub belum ingin beristri. Ia ingin berbakti kepada Mbok Randha yang di­anggap­nya sebagai ibunya sendiri. Ia be­ker­ja se­makin tekun, sehingga hasil sawah ladang­nya melimpah. Mbok Randha yang pe­­murah akan membaginya dengan te­tang­ga­nya yang kekurangan. “Jaka Tarub, Anakku. Mbok lihat kamu sudah de­wasa. Sudah pantas meminang gadis. Lekaslah me­nikah, Simbok ingin menimang cucu,” kata Mbok Randha suatu hari.

“Tarub belum ingin, Mbok,” jawab Jaka Tarub.

“Tapi jika Simbok tiada kelak, siapa yang akan mengurusmu?” tanya Mbok Randha lagi.

“Sudahlah, Mbok. Semoga saja Sim­bok berumur panjang,” jawab Jaka Tarub singkat.

“Hari sudah siang, tetapi Simbok be­lum bangun. Kadingaren …,” gumam Jaka Tarub suatu pagi.

“Simbok sakit ya?” tanya Jaka Tarub meraba kening simboknya.

“Iya, Le,” jawab Mbok Randha lemah.

“Badan Simbok panas sekali,” kata Jaka Tarub cemas. Ia segera mencari daun dhadhap serep untuk mengompres simbok­nya. Namun rupanya umur Mbok Randha ha­nya sampai hari itu. Menjelang siang, Mbok Randha menghembuskan napas ter­akhirnya.

Sejak kepergian Mbok Randha untuk selamanya, Jaka Tarub sering melamun. Kini sawah ladang­nya terbengkalai. “Sia-sia aku bekerja. Un­­tuk siapa hasilnya?” demikian gumam Jaka Tarub. Tinggalah dia seorang diri di rumah itu.

Suatu malam, Jaka Tarub bermimpi me­makan daging rusa. Saat terbangun dari mimpinya, Jaka Tarub menjadi ber­se­­lera ingin makan daging rusa. Maka pagi itu, Jaka Tarub pergi ke hutan sambil mem­bawa busur dan anak panahnya. Ia ingin memanah rusa. Hingga siang ia berjalan, namun tak seekor rusa pun dijumpainya. Jangankan rusa, kancil pun tak ada. Padahal Jaka Tarub sudah masuk ke hutan yang jarang dijamah manusia. Ia kemudian duduk di bawah pohon dekat telaga melepas lelah. Angin sepoi-sepoi membuatnya tertidur.