Dahulu kala, di Desa Tarub, tinggallah seorang janda bernama Mbok Randa Tarub. Sejak suaminya meninggal dunia, ia mengangkat seorang bocah laki-laki sebagai anaknya. Setelah dewasa, anak itu dipanggilnya Jaka Tarub.
Jaka Tarub anak yang baik. Tangannya ringan melakukan pekerjaan.
Setiap hari, ia membantu Mbok Randha mengerjakan sawah ladangnya. Dari
hasil sawah ladang itulah mereka hidup. Mbok Randha amat mengasihi Jaka
Tarub seperti anaknya sendiri.
Waktu terus berlalu. Jaka Tarub beranjak dewasa. Wajahnya tampan,
tingkah lakunya pun sopan. Untuk ukuran seorang pemuda, dapat dikatakan bahwa Jaka Tarub memiliki
postur yang lumayan. Tubuhnya tinggi dengan badan
yang tegap serta ototnya yang kekar karena terbiasa bekerja keras. Banyak gadis yang mendambakan untuk menjadi
istrinya. Namun Jaka Tarub belum ingin beristri. Ia ingin berbakti
kepada Mbok Randha yang dianggapnya sebagai ibunya sendiri. Ia
bekerja semakin tekun, sehingga hasil sawah ladangnya melimpah. Mbok
Randha yang pemurah akan membaginya dengan tetangganya yang
kekurangan. “Jaka Tarub, Anakku. Mbok lihat kamu sudah dewasa. Sudah
pantas meminang gadis. Lekaslah menikah, Simbok ingin menimang cucu,”
kata Mbok Randha suatu hari.
“Tarub belum ingin, Mbok,” jawab Jaka Tarub.
“Tapi jika Simbok tiada kelak, siapa yang akan mengurusmu?” tanya Mbok Randha lagi.
“Sudahlah, Mbok. Semoga saja Simbok berumur panjang,” jawab Jaka Tarub singkat.
“Hari sudah siang, tetapi Simbok belum bangun. Kadingaren …,” gumam Jaka Tarub suatu pagi.
“Simbok sakit ya?” tanya Jaka Tarub meraba kening simboknya.
“Iya, Le,” jawab Mbok Randha lemah.
“Badan Simbok panas sekali,” kata Jaka Tarub cemas. Ia segera mencari
daun dhadhap serep untuk mengompres simboknya. Namun rupanya umur Mbok
Randha hanya sampai hari itu. Menjelang siang, Mbok Randha
menghembuskan napas terakhirnya.
Sejak kepergian Mbok Randha untuk selamanya, Jaka Tarub sering melamun. Kini sawah
ladangnya terbengkalai. “Sia-sia aku bekerja. Untuk siapa hasilnya?”
demikian gumam Jaka Tarub. Tinggalah dia seorang diri di rumah itu.
Suatu malam, Jaka Tarub bermimpi memakan daging rusa. Saat terbangun
dari mimpinya, Jaka Tarub menjadi berselera ingin makan daging rusa.
Maka pagi itu, Jaka Tarub pergi ke hutan sambil membawa busur dan anak panahnya. Ia
ingin memanah rusa. Hingga siang ia berjalan, namun tak seekor rusa
pun dijumpainya. Jangankan rusa, kancil pun tak ada. Padahal Jaka Tarub
sudah masuk ke hutan yang jarang dijamah manusia. Ia kemudian duduk di bawah pohon dekat telaga melepas lelah. Angin sepoi-sepoi membuatnya tertidur.