Saturday, April 13, 2013

Tante-tanteku Yang Nakal - 1

Tante Vira adalah adik bungsu dari mamaku. Usia kami terpaut sekitar 4 tahun. Dari mulai SMA dia ikut keluarga kami dan sudah kuanggap kakakku sendiri. Dia termasuk cewek yang cantik dan sexy. Bahkan tak jarang dia hadir dalam fantasi-fantasi liarku. Entah kenapa aku merasa ada yang janggal dengan tanteku ini. Kejanggalan itu antara lain bahwa dia memiliki libido yang sangat besar. Hal ini sudah terlihat sejak dia baru masuk SMA, dan aku yang menjadi korbannya.

Kebetulan tante Vira memiliki teman dekat yakni tante Lina yang tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari rumah kami. Mereka bersahabat dekat sekali selain mereka adalah teman sekolah. Namun aku seringkali melihat kejanggalan dalam persahabatan mereka. Menurutku mereka bukan hanya dua orang sahabat, melainkan lebih mirip seperti sepasang kekasih. Kalau sedang berjalan tak jarang mereka bergandengan, berpelukan, bahkan aku pernah memergoki mereka berciuman di bibir. Tapi anehnya, masing-masing dari mereka memiliki pacar.

Siang itu sepulang sekolah, matahari bersinar dengan teriknya. Aku yang masih duduk di kelas 6 SD kebetulan dipulangkan lebih awal karena dewan guru akan ada rapat. Kukayuh sepedaku kuat-kuat agar segera sampai rumah. Sampai di rumah suasana masih sepi, wajar saja karena papa dan mama kedua-duanya bekerja dan pasti belum pulang di jam segini. Setelah kuparkirkan sepeda di garasi, aku segera menuju ruang tengah dan mengambil segelas air dingin dari kulkas. Fiuhh.... Segarnya. Sayup-sayup aku mendengar suara orang berbincang-bincang dari kamar depan tempat tante Vira tinggal. Perlahan-lahan aku menuju kamar tersebut. Ternyata pintunya tidak dikunci, dan di dalam kamar ada tante Vira dan tante Lina. Hei, kenapa mereka tidak di sekolah ya, pikirku. Apakah guru mereka juga sedang rapat?

Kudengar sayup-sayup suara orang mendesah-desah yang sepertinya berasal dari televisi di dalam kamar tante Vira. Yang membuatku tercengang adalah bahwa tante Vira dan tante Lina sudah dalam keadaan tidak memakai baju serta hanya memakai BH saja. Masih lekat dalam ingatan betapa indahnya payudara mereka. Tante Vira memiliki ukuran payudara yang lebih besar ketimbang tante Lina meskipun tubuhnya kurus. Sedang milik tante Lina sedikit lebih kecil, namun masih terlihat kencang. Aku yang saat itu masih polos hanya termangu menatap pemandangan seperti itu.


Mereka lalu berpelukan, kemudian tangannya saling meraba satu sama lain, dan akhirnya mereka berciuman di bibir. Tangan tante Lina bergerak menelusuri leher jenjang tante Vira menuju ke arah payudara tante Vira. Jari-jarinya memilin-milin puting dari tante Vira dari balik BH-nya. Tante Vira pun mendesah-desah sambil memejamkan matanya. Seperti tidak mau kalah, tangan tante Vira juga mulai meremas-remas payudara tante Lina. Masih sambil berciuman, tangan mereka kini menelusup ke balik rok abu-abu yang saat itu mereka kenakan. Rintihan dan desahan mereka semakin menjadi-jadi bersaing dengan suara-suara yang muncul dari televisi. Kulihat tante Vira sudah memelorotkan celana dalam tante Lina dan melemparnya ke lantai. Gerakan tangan tante Vira semakin cepat di dalam rok tante Lina.

“Ouch..Akh..akh...akh... Vir... gila enak banget... terus... dikit lagi... Ahhh... “ tante Lina berteriak dan meracau tidak karuan. Sementara itu, tante Vira masih sibuk menciumi dan menjilati leher sampai area payudara tante Lina sembari tangannya bergerak semakin cepat. Dan beberapa saat kemudian kulihat tubuh tante Lina menegang, matanya terpejam dan tangannya menjambak serta meremas kepala tante Vira. “Aaaawwww... gue keluar Vir.... Lo emang hebat...”

Setelah itu tubuh tante Lina melemas, dan tante Vira melepaskan tangannya dari dalam rok tante Lina. Sempat kulihat tangan itu basah oleh sesuatu. Diulurkannya tangan itu ke wajah tante Lina, lalu mereka berdua menjilati jari-jemari yang basah tersebut. Kini tangan tante Lina bergerak menuju balik rok tante Vira. Rupanya dia akan melakukan sesuatu yang sama seperti tante Vira lakukan tadi. Benar saja, kulihat tangannya bergerak-gerak di dalam rok abu-abu itu. Kini gantian tante Vira yang mulai mendesah dan merintih, “Akhh.. Lin... Terusss... Sshh...Shh...Shh... Ach...”

Semakin lama gerakan tante Lina semakin cepat, sementara tangan yang satunya lagi memilin-milin puting payudara tante Vira yang saat ini sudah tidak lagi terbungkus bra. Payudara tante Vira yang besar itu kini terpampang jelas sekali dengan puting berwarna coklat yang sudah terlihat mengeras. Setelah beberapa saat, tubuh tante Vira pun menegang dan melengkung ke belakang. Tangan tante Vira meremas-remas payudaranya sendiri sementara pahanya menjepit tangan tante Lina sehingga seperti terkunci di sana. “aaaghhh.. gila lo, Lin... Uuufhhh... Gue keluarrr niiihhh... hufhhh...”

Setelah itu, tubuhnya jatuh lemas dan terbaring di kasur dengan nafas yang tersengal-sengal. Dan seperti tadi, kini gantian jemari tante Lina yang basah itu mereka jilati dan kulum secara bergantian. Aku yang saat itu masih terbengong-bengong, terkejut oleh suara tante Vira, “Dika, ayo masuk sini. Jangan cuma di pintu doang.”

Hah!!! Jadi dari tadi mereka menyadari keberadaanku di balik pintu? Aku menjadi gugup dan panik. Keringat dingin mulai membasahi kepalaku. “Dika, ayo sini. Buruan. Gak apa-apa, kok.”

Lalu dengan tertunduk aku berjalan perlahan masuk ke dalam kamar itu. “Maafin aku, tante. Aku tadi gak bermaksud mengintip. Kukirain tadi di rumah gak ada orang, ternyata tante udah di rumah. Sekali lagi maafin aku, tante.”

Aku masih menunduk karena selain merasa tidak enak, saat itu tante Vira hanya mengenakan rok abu-abu seragam sekolahnya, dan aku tahu pasti dia tidak memakai celana dalam. Sementara itu tante Lina mengenakan rok abu-abu dan hanya memakai BH saja sebagai atasannya.

“Karena kamu udah ngintipin kita tadi, kamu harus dihukum.” Kata tante Vira sambil tersenyum nakal ke arah tante Lina.

“Dihukum apa, tante? Aku kan udah minta maaf. Aku gak akan ngulangi lagi deh. Tapi jangan dihukum ya?” aku panik dan memohon supaya jangan dihukum. Aku membayangkan jika sampai papa mama tahu, pasti aku yang dimarahi, karena telah berbuat tidak sopan mengintip kamar orang.

“Oke, aku gak akan bilang ke papa dan mamamu, tapi kamu juga harus janji gak akan cerita tentang apa yang kamu lihat ke orang lain, mengerti?” kata tante Vira setengah mengancam. Aku yang saat itu masih panik, hanya mengangguk saja.

“Sekarang,” lanjutnya, “Buka celanamu!” aku masih bingung dengan perkataannya.

“Ayo buka celanamu, atau aku laporkan ke papa bahwa kamu udah ngintip tante!” mendengar ancaman akan dilaporkan, aku pun segera menuruti perintah tante Vira. Kulepaskan celana seragamku dan kutinggalkan celana dalam di sana. “Ayo, buka semua, sekalian seragam atasnya juga. Itu celana dalamnya juga dibuka!” dengan terpaksa kulepaskan semua bajuku. Kini tinggallah aku yang bugil di depan kedua gadis ini. Kutangkupkan kedua tanganku di kemaluanku yang saat itu belum dikhitan.

“Kenapa tanganmu itu? Ayo, tangannya minggir” kata tante Vira seraya mendekatiku. Aku berdebar-debar menebak apa yang akan dilakukannya.

Dia lalu menepiskan tanganku ke samping, tampaklah kini burungku yang belum dikhitan itu. Tante Vira lalu menarik-narik kulupnya, lalu memegang-megang telurku. Aku merasa kegelian dan merinding bulu kudukku. “Hei, Lin. Coba liat titit ponakan gue nih. Kayanya ukurannya besar ya untuk anak seumuran dia?” tante Vira bertanya kepada tante Lina seraya menunjukkan kemaluanku.

“He..he.. iya juga ya. Wah, kalo dia udah gede bakal bisa buat muasin cewek tuh. Jangan-jangan keturunan dari bokapnya ya?” jawab tante Lina sambil nyengir.

“Hmm.. bisa jadi sih. Mungkin karena itu juga kakak gue kesengsem sama bokapnya dia nih.” sambil mengobrol, tangan tante Vira masih memainkan kemaluanku. Entah apa yang dia lakukan, kini kurasakan kemaluanku menegang. Perlahan-lahan tante Vira menarik kulupku ke bawah. Awalnya sedikit sakit, lalu sedikit demi sedikit nampaklah sesuatu yang merah di balik kulup itu. Tante Vira lalu menyentuh ujung yang menyembul itu dengan ujung jarinya, rasanya sungguh bikin geli. Aku pun segera menarik diri karena refleks.

“Kenapa, Dika? Geli ya? Kamu tahu itu apa?” tanya tante Vira sambil nyengir. Aku menggeleng. “Kalo kamu nanti disunat, maka helm kamu yang berwarna merah itulah yang akan kelihatan. Kulup yang tante tarik tadi akan dipotong. Makanya tante latih agar kamu terbiasa, dan tidak terlalu sakit waktu disunat nanti.”

“Tapi rasanya risih sekali tante. Aku gak tahan.”

“Sini, tenang aja. Tante akan hati-hati kok.” Tante Vira mendekatiku lagi. Sementara itu tante Lina membimbingku agar duduk di tepi tempat tidur. Aku pun hanya bisa pasrah. Sekali lagi, tangan tante Vira menyentuh burungku. Tangannya perlahan menarik kulupku ke belakang lagi. Kali ini tante Lina juga turut memperhatikan dari dekat. Kedua cewek itu sudah berada di antara kedua kakiku. Tanpa kuduga, mereka lalu menciumi burungku, awalnya terasa sangat geli, namun lama-lama terasa enak. Ujung burung yang berbentuk helm itu awalnya sangat geli sekali ketika disentuh, kini sudah berada di dalam mulut mereka secara bergantian. Mereka menjilatinya seperti sedang menjilat es krim saja.

Setelah beberapa lama, tante Vira berkata, “Oke hukuman kamu udah selesai. Kamu bisa kembali ke kamarmu. Tapi inget, kamu gak boleh ngadu ke mama dan papa tentang kejadian hari ini. Kalo sampe ngadu, nanti kamu juga akan tante laporkan bahwa kamu udah berbuat nggak sopan dengan mengintip ke kamar tante, ngerti?”

“I..iya tante.” aku menjawab sambil terbata-bata.

“Dan ingat, kapan pun kami panggil, kamu harus mau. Oke?”

“Baik tante.” Setelah mohon diri aku segera masuk ke kamar dan langsung tidur. Aku masih tidak terlalu mengerti tentang apa yang barusan terjadi hari itu. Yang jelas, hari itu adalah hari di mana aku mengalami pengalaman erotis untuk yang pertama kalinya. Dan itu merupakan tonggak sejarah pengalaman erotis lainnya bersama tante Vira dan tante Lina. Tak kusangka pengalaman hari itu akan mengubah hidupku.

1 comment: