Tante
Vira adalah adik bungsu dari mamaku. Usia kami terpaut sekitar 4 tahun. Dari
mulai SMA dia ikut keluarga kami dan sudah kuanggap kakakku sendiri. Dia
termasuk cewek yang cantik dan sexy. Bahkan tak jarang dia hadir dalam
fantasi-fantasi liarku. Entah kenapa aku merasa ada yang janggal dengan tanteku
ini. Kejanggalan itu antara lain bahwa dia memiliki libido yang sangat besar.
Hal ini sudah terlihat sejak dia baru masuk SMA, dan aku yang menjadi
korbannya.
Kebetulan
tante Vira memiliki teman dekat yakni tante Lina yang tempat tinggalnya tidak
terlalu jauh dari rumah kami. Mereka bersahabat dekat sekali selain mereka
adalah teman sekolah. Namun aku seringkali melihat kejanggalan dalam persahabatan
mereka. Menurutku mereka bukan hanya dua orang sahabat, melainkan lebih mirip
seperti sepasang kekasih. Kalau sedang berjalan tak jarang mereka bergandengan,
berpelukan, bahkan aku pernah memergoki mereka berciuman di bibir. Tapi
anehnya, masing-masing dari mereka memiliki pacar.
Siang
itu sepulang sekolah, matahari bersinar dengan teriknya. Aku yang masih duduk
di kelas 6 SD kebetulan dipulangkan lebih awal karena dewan guru akan ada
rapat. Kukayuh sepedaku kuat-kuat agar segera sampai rumah. Sampai di rumah
suasana masih sepi, wajar saja karena papa dan mama kedua-duanya bekerja dan
pasti belum pulang di jam segini. Setelah kuparkirkan sepeda di garasi, aku
segera menuju ruang tengah dan mengambil segelas air dingin dari kulkas.
Fiuhh.... Segarnya. Sayup-sayup aku mendengar suara orang berbincang-bincang dari
kamar depan tempat tante Vira tinggal. Perlahan-lahan aku menuju kamar
tersebut. Ternyata pintunya tidak dikunci, dan di dalam kamar ada tante Vira
dan tante Lina. Hei, kenapa mereka tidak di sekolah ya, pikirku. Apakah guru
mereka juga sedang rapat?
Kudengar
sayup-sayup suara orang mendesah-desah yang sepertinya berasal dari televisi di
dalam kamar tante Vira. Yang membuatku tercengang adalah bahwa tante Vira dan
tante Lina sudah dalam keadaan tidak memakai baju serta hanya memakai BH saja.
Masih lekat dalam ingatan betapa indahnya payudara mereka. Tante Vira memiliki
ukuran payudara yang lebih besar ketimbang tante Lina meskipun tubuhnya kurus.
Sedang milik tante Lina sedikit lebih kecil, namun masih terlihat kencang. Aku
yang saat itu masih polos hanya termangu menatap pemandangan seperti itu.
Mereka
lalu berpelukan, kemudian tangannya saling meraba satu sama lain, dan akhirnya
mereka berciuman di bibir. Tangan tante Lina bergerak menelusuri leher jenjang
tante Vira menuju ke arah payudara tante Vira. Jari-jarinya memilin-milin
puting dari tante Vira dari balik BH-nya. Tante Vira pun mendesah-desah sambil
memejamkan matanya. Seperti tidak mau kalah, tangan tante Vira juga mulai
meremas-remas payudara tante Lina. Masih sambil berciuman, tangan mereka kini
menelusup ke balik rok abu-abu yang saat itu mereka kenakan. Rintihan dan
desahan mereka semakin menjadi-jadi bersaing dengan suara-suara yang muncul
dari televisi. Kulihat tante Vira sudah memelorotkan celana dalam tante Lina
dan melemparnya ke lantai. Gerakan tangan tante Vira semakin cepat di dalam rok
tante Lina.
“Ouch..Akh..akh...akh...
Vir... gila enak banget... terus... dikit lagi... Ahhh... “ tante Lina
berteriak dan meracau tidak karuan. Sementara itu, tante Vira masih sibuk
menciumi dan menjilati leher sampai area payudara tante Lina sembari tangannya
bergerak semakin cepat. Dan beberapa saat kemudian kulihat tubuh tante Lina
menegang, matanya terpejam dan tangannya menjambak serta meremas kepala tante
Vira. “Aaaawwww... gue keluar Vir.... Lo emang hebat...”
Setelah
itu tubuh tante Lina melemas, dan tante Vira melepaskan tangannya dari dalam
rok tante Lina. Sempat kulihat tangan itu basah oleh sesuatu. Diulurkannya
tangan itu ke wajah tante Lina, lalu mereka berdua menjilati jari-jemari yang basah
tersebut. Kini tangan tante Lina bergerak menuju balik rok tante Vira. Rupanya
dia akan melakukan sesuatu yang sama seperti tante Vira lakukan tadi. Benar
saja, kulihat tangannya bergerak-gerak di dalam rok abu-abu itu. Kini gantian
tante Vira yang mulai mendesah dan merintih, “Akhh.. Lin... Terusss...
Sshh...Shh...Shh... Ach...”
Semakin
lama gerakan tante Lina semakin cepat, sementara tangan yang satunya lagi
memilin-milin puting payudara tante Vira yang saat ini sudah tidak lagi
terbungkus bra. Payudara tante Vira yang besar itu kini terpampang jelas sekali
dengan puting berwarna coklat yang sudah terlihat mengeras. Setelah beberapa
saat, tubuh tante Vira pun menegang dan melengkung ke belakang. Tangan tante
Vira meremas-remas payudaranya sendiri sementara pahanya menjepit tangan tante
Lina sehingga seperti terkunci di sana. “aaaghhh.. gila lo, Lin... Uuufhhh...
Gue keluarrr niiihhh... hufhhh...”
Setelah
itu, tubuhnya jatuh lemas dan terbaring di kasur dengan nafas yang
tersengal-sengal. Dan seperti tadi, kini gantian jemari tante Lina yang basah
itu mereka jilati dan kulum secara bergantian. Aku yang saat itu masih
terbengong-bengong, terkejut oleh suara tante Vira, “Dika, ayo masuk sini.
Jangan cuma di pintu doang.”
Hah!!!
Jadi dari tadi mereka menyadari keberadaanku di balik pintu? Aku menjadi gugup
dan panik. Keringat dingin mulai membasahi kepalaku. “Dika, ayo sini. Buruan.
Gak apa-apa, kok.”
Lalu
dengan tertunduk aku berjalan perlahan masuk ke dalam kamar itu. “Maafin aku,
tante. Aku tadi gak bermaksud mengintip. Kukirain tadi di rumah gak ada orang,
ternyata tante udah di rumah. Sekali lagi maafin aku, tante.”
Aku
masih menunduk karena selain merasa tidak enak, saat itu tante Vira hanya
mengenakan rok abu-abu seragam sekolahnya, dan aku tahu pasti dia tidak memakai
celana dalam. Sementara itu tante Lina mengenakan rok abu-abu dan hanya memakai
BH saja sebagai atasannya.
“Karena
kamu udah ngintipin kita tadi, kamu harus dihukum.” Kata tante Vira sambil
tersenyum nakal ke arah tante Lina.
“Dihukum
apa, tante? Aku kan udah minta maaf. Aku gak akan ngulangi lagi deh. Tapi
jangan dihukum ya?” aku panik dan memohon supaya jangan dihukum. Aku
membayangkan jika sampai papa mama tahu, pasti aku yang dimarahi, karena telah
berbuat tidak sopan mengintip kamar orang.
“Oke,
aku gak akan bilang ke papa dan mamamu, tapi kamu juga harus janji gak akan
cerita tentang apa yang kamu lihat ke orang lain, mengerti?” kata tante Vira
setengah mengancam. Aku yang saat itu masih panik, hanya mengangguk saja.
“Sekarang,”
lanjutnya, “Buka celanamu!” aku masih bingung dengan perkataannya.
“Ayo
buka celanamu, atau aku laporkan ke papa bahwa kamu udah ngintip tante!”
mendengar ancaman akan dilaporkan, aku pun segera menuruti perintah tante Vira.
Kulepaskan celana seragamku dan kutinggalkan celana dalam di sana. “Ayo, buka
semua, sekalian seragam atasnya juga. Itu celana dalamnya juga dibuka!” dengan
terpaksa kulepaskan semua bajuku. Kini tinggallah aku yang bugil di depan kedua
gadis ini. Kutangkupkan kedua tanganku di kemaluanku yang saat itu belum
dikhitan.
“Kenapa
tanganmu itu? Ayo, tangannya minggir” kata tante Vira seraya mendekatiku. Aku
berdebar-debar menebak apa yang akan dilakukannya.
Dia
lalu menepiskan tanganku ke samping, tampaklah kini burungku yang belum
dikhitan itu. Tante Vira lalu menarik-narik kulupnya, lalu memegang-megang
telurku. Aku merasa kegelian dan merinding bulu kudukku. “Hei, Lin. Coba liat
titit ponakan gue nih. Kayanya ukurannya besar ya untuk anak seumuran dia?”
tante Vira bertanya kepada tante Lina seraya menunjukkan kemaluanku.
“He..he..
iya juga ya. Wah, kalo dia udah gede bakal bisa buat muasin cewek tuh.
Jangan-jangan keturunan dari bokapnya ya?” jawab tante Lina sambil nyengir.
“Hmm..
bisa jadi sih. Mungkin karena itu juga kakak gue kesengsem sama bokapnya dia
nih.” sambil mengobrol, tangan tante Vira masih memainkan kemaluanku. Entah apa
yang dia lakukan, kini kurasakan kemaluanku menegang. Perlahan-lahan tante Vira
menarik kulupku ke bawah. Awalnya sedikit sakit, lalu sedikit demi sedikit
nampaklah sesuatu yang merah di balik kulup itu. Tante Vira lalu menyentuh
ujung yang menyembul itu dengan ujung jarinya, rasanya sungguh bikin geli. Aku
pun segera menarik diri karena refleks.
“Kenapa,
Dika? Geli ya? Kamu tahu itu apa?” tanya tante Vira sambil nyengir. Aku
menggeleng. “Kalo kamu nanti disunat, maka helm kamu yang berwarna merah itulah
yang akan kelihatan. Kulup yang tante tarik tadi akan dipotong. Makanya tante
latih agar kamu terbiasa, dan tidak terlalu sakit waktu disunat nanti.”
“Tapi
rasanya risih sekali tante. Aku gak tahan.”
“Sini,
tenang aja. Tante akan hati-hati kok.” Tante Vira mendekatiku lagi. Sementara
itu tante Lina membimbingku agar duduk di tepi tempat tidur. Aku pun hanya bisa
pasrah. Sekali lagi, tangan tante Vira menyentuh burungku. Tangannya perlahan
menarik kulupku ke belakang lagi. Kali ini tante Lina juga turut memperhatikan
dari dekat. Kedua cewek itu sudah berada di antara kedua kakiku. Tanpa kuduga,
mereka lalu menciumi burungku, awalnya terasa sangat geli, namun lama-lama
terasa enak. Ujung burung yang berbentuk helm itu awalnya sangat geli sekali
ketika disentuh, kini sudah berada di dalam mulut mereka secara bergantian.
Mereka menjilatinya seperti sedang menjilat es krim saja.
Setelah
beberapa lama, tante Vira berkata, “Oke hukuman kamu udah selesai. Kamu bisa
kembali ke kamarmu. Tapi inget, kamu gak boleh ngadu ke mama dan papa tentang
kejadian hari ini. Kalo sampe ngadu, nanti kamu juga akan tante laporkan bahwa
kamu udah berbuat nggak sopan dengan mengintip ke kamar tante, ngerti?”
“I..iya
tante.” aku menjawab sambil terbata-bata.
“Dan
ingat, kapan pun kami panggil, kamu harus mau. Oke?”
“Baik tante.” Setelah
mohon diri aku segera masuk ke kamar dan langsung tidur. Aku masih tidak
terlalu mengerti tentang apa yang barusan terjadi hari itu. Yang jelas, hari
itu adalah hari di mana aku mengalami pengalaman erotis untuk yang pertama
kalinya. Dan itu merupakan tonggak sejarah pengalaman erotis lainnya bersama
tante Vira dan tante Lina. Tak kusangka pengalaman hari itu akan mengubah
hidupku.
coba di http://danlodsex.com
ReplyDelete