Saturday, September 29, 2012

Kos Asmara - 1


Masa kuliah adalah masa-masa yang paling menyenangkan bagiku. Di masa itulah aku seolah menemukan jati diriku yang sebenarnya, mendapat kesempatan berekspresi, serta memiliki pengalaman indah di dalam soal asmara. Sebagai mahasiswa teknik, penampilanku tentunya tidaklah terlalu rapi kecuali aku memiliki badan yang cukup bagus karena tergabung di dalam club basket kampus.

Bukannya sombong tapi tidak sedikit gadis yang menaruh perhatiannya padaku. Namun memang dasarnya aku ini adalah seseorang yang terlalu polos, maka perhatian mereka pun hanya aku anggap sebagai hal yang biasa dalam hubungan pertemanan.

Yang tidak aku duga adalah bahwa aku mendapat pengalaman pertamaku justru bukan dengan teman sebayaku, melainkan ibu kosku. Ya, ibu kosku.

Cerita berawal ketika aku mulai menginjakkan kaki di kota ini untuk menuntut ilmu. Jauh dari orang tua membuatku harus mandiri serta melatihku untuk menjadi sosok pribadi yang lebih dewasa. Seperti biasa, hal yang dilakukan mahasiswa baru adalah mencari kos-kosan. Setelah beberapa hari melakukan survei dan berjalan dari komplek ke komplek, akhirnya aku menjatuhkan pilihan pada sebuah rumah. Rumah itu tidak terlalu besar dan sebenarnya lebih patut disebut sebagai rumah tinggal biasa. Namun papan di depan rumah itu mengatakan kalau rumah ini menerima kos pria.

“Permisi, apakah ada orang di rumah?” seruku di luar pagar.

“Ya, ada apa, Mas?” munculah seorang laki-laki  yang kira-kira berumur 40-an tahun dengan wajah ramah dan murah senyum sambil membuka pagar.

“Maaf, Pak. Apakah masih ada kamar kosong untuk kos-kosan?” tanyaku.

“Oh, ada Mas. Mari silahkan masuk kalau ingin melihat-lihat dulu.” Jawabnya sambil masih memasang muka ramah nan penuh senyum. Ciri khas orang Jawa sekali.

Akhirnya aku pun masuk ke dalam rumah itu sambil melihat-lihat kondisinya. Rumah itu memang rumah tinggal biasa, hanya saja dalamnya telah dibuat sekat yang memisahkan antara rumah induk dengan kamar-kamar yang dikoskan. Kamar mandi pun sudah terpisah antara penghuni rumah dan penghuni kos-kosan.

“Oh ya, nama bapak siapa ya?”

“Saya Sony, Mas. Kalau Mas siapa namanya? Ngambil jurusan apa, Mas?” laki-laki itu menjawab tanpa mengurangi sedikitpun keramahannya.

“Saya Randy, Pak. Saya mengambil jurusan Elektro. Sampai saat ini sudah berapa orang yang tinggal di sini, Pak?”

“Mas ini adalah pelanggan pertama kami sejak rumah ini kami putuskan untuk dijadikan kos-kosan.” Pak Sony menjawab sambil tersenyum lebar seraya menepuk-nepuk pundakku.

“Wah, suatu kehormatan bagi saya nih, Pak.”

Tiba-tiba dari salah satu kamar muncul seorang wanita yang berkulit putih, dengan rambut digelung ke atas sehingga memperlihatkan tengkuknya yang ditumbuhi rambut halus dan aku yakin akan membuat jakun setiap pria yang melihat naik turun. Dia mengenakan daster batik yang lumayan tipis sehingga bila terpapar sinar akan memberikan bayangan yang cukup jelas akan lekuk tubuhnya yang masih padat berisi. Wajahnya manis nan sensual, mirip sekali dengan Febby Lawrence, seorang artis panas yang ngetop di era 90-an.




“Mas, kenalkan ini istri saya, namanya Susy. Nanti untuk urusan administrasi silahkan ngobrol saja dengan dia. Biasa, kalau wanita biasanya lebih telaten dalam hal mengurus uang.” kata-kata Pak Sony membuyarkan lamunanku.

“Oh i-iya, Pak.” aku agak terkaget-kaget. “Kenalkan saya Randy, Bu.” aku pun langsung memperkenalkan diri seraya menjabat tangan putih nan halus mulus itu.

“Susy” jawabnya singkat. Namun entah karena ke-ge er-anku atau hanya perasaanku saja, dia memberikan senyuman yang mengandung arti. Semacam isyarat. Tapi, ah mungkin itu hanya khayalanku saja.

***

Singkat cerita, akhirnya aku pun tinggal di situ. Tak lama setelah aku tinggal di situ, datang dua orang lagi yang tinggal di situ. Jadi total keseluruhan ada tiga orang yang tinggal di kosan tersebut. Yang satu adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi, sedangkan satunya lagi adalah seorang mahasiswi dari jurusan ekonomi, dan aku tidak tahu mengapa akhirnya mereka menerima kos-kosan putri juga.

Bu Susy adalah orang yang baik dan ramah, hampir sama dengan suaminya. Pak Sony sendiri adalah orang yang bekerja di pertambangan di Kalimantan jadi praktis dia jarang sekali di rumah. Dia pulang sekitar dua minggu sekali. Dan ini berarti yang mengurus operasional kos-kosan adalah Bu Susy.

Terkadang melalui celah sekat pembatas, tanpa sengaja aku melihat Bu Susy keluar dari kamar mandi hanya dengan berbalutkan handuk yang menutup dari dada sampai lututnya saja. Payudara yang masih cukup kencang itu seperti tertekan oleh balutan handuk, dan seperti berontak ingin keluar ketika ia berjingkat-jingkat menuju kamarnya. Tubuhnya yang masih terbilang bagus untuk wanita seusianya amatlah sayang untuk dilewatkan begitu saja. Dengan rambut yang masih basah tergerai sampai pungungnya, dia tampak menarik dan boleh dibilang sexy. Mereka memang belum memiliki momongan, mungkin karena kesibukan Pak Sony yang terlalu lama hidup di site, aku menerka-nerka.

No comments:

Post a Comment