Masa kuliah
adalah masa-masa yang paling menyenangkan bagiku. Di masa itulah aku seolah
menemukan jati diriku yang sebenarnya, mendapat kesempatan berekspresi, serta
memiliki pengalaman indah di dalam soal asmara .
Sebagai mahasiswa teknik, penampilanku tentunya tidaklah terlalu rapi kecuali
aku memiliki badan yang cukup bagus karena tergabung di dalam club basket
kampus.
Bukannya sombong
tapi tidak sedikit gadis yang menaruh perhatiannya padaku. Namun memang
dasarnya aku ini adalah seseorang yang terlalu polos, maka perhatian mereka pun
hanya aku anggap sebagai hal yang biasa dalam hubungan pertemanan.
Yang tidak aku
duga adalah bahwa aku mendapat pengalaman pertamaku justru bukan dengan teman
sebayaku, melainkan ibu kosku. Ya, ibu kosku.
Cerita berawal ketika
aku mulai menginjakkan kaki di kota
ini untuk menuntut ilmu. Jauh dari orang tua membuatku harus mandiri serta
melatihku untuk menjadi sosok pribadi yang lebih dewasa. Seperti biasa, hal
yang dilakukan mahasiswa baru adalah mencari kos-kosan. Setelah beberapa hari
melakukan survei dan berjalan dari komplek ke komplek, akhirnya aku menjatuhkan
pilihan pada sebuah rumah. Rumah itu tidak terlalu besar dan sebenarnya lebih
patut disebut sebagai rumah tinggal biasa. Namun papan di depan rumah itu
mengatakan kalau rumah ini menerima kos pria.
“Permisi, apakah
ada orang di rumah?” seruku di luar pagar.
“Ya, ada apa,
Mas?” munculah seorang laki-laki yang
kira-kira berumur 40-an tahun dengan wajah ramah dan murah senyum sambil
membuka pagar.
“Maaf, Pak. Apakah
masih ada kamar kosong untuk kos-kosan?” tanyaku.
“Oh, ada Mas.
Mari silahkan masuk kalau ingin melihat-lihat dulu.” Jawabnya sambil masih
memasang muka ramah nan penuh senyum. Ciri khas orang Jawa sekali.
Akhirnya aku pun
masuk ke dalam rumah itu sambil melihat-lihat kondisinya. Rumah itu memang
rumah tinggal biasa, hanya saja dalamnya telah dibuat sekat yang memisahkan
antara rumah induk dengan kamar-kamar yang dikoskan. Kamar mandi pun sudah
terpisah antara penghuni rumah dan penghuni kos-kosan.
“Oh ya, nama
bapak siapa ya?”
“Saya Sony, Mas.
Kalau Mas siapa namanya? Ngambil jurusan apa, Mas?” laki-laki itu menjawab
tanpa mengurangi sedikitpun keramahannya.
“Saya Randy,
Pak. Saya mengambil jurusan Elektro. Sampai saat ini sudah berapa orang yang tinggal
di sini, Pak?”
“Mas ini adalah
pelanggan pertama kami sejak rumah ini kami putuskan untuk dijadikan
kos-kosan.” Pak Sony menjawab sambil tersenyum lebar seraya menepuk-nepuk
pundakku.
“Wah, suatu
kehormatan bagi saya nih, Pak.”
Tiba-tiba dari
salah satu kamar muncul seorang wanita yang berkulit putih, dengan rambut
digelung ke atas sehingga memperlihatkan tengkuknya yang ditumbuhi rambut halus
dan aku yakin akan membuat jakun setiap pria yang melihat naik turun. Dia
mengenakan daster batik yang lumayan tipis sehingga bila terpapar sinar akan
memberikan bayangan yang cukup jelas akan lekuk tubuhnya yang masih padat
berisi. Wajahnya manis nan sensual,
mirip sekali dengan Febby Lawrence, seorang artis panas yang ngetop di era
90-an.
“Mas, kenalkan ini
istri saya, namanya Susy. Nanti untuk urusan administrasi silahkan ngobrol saja
dengan dia. Biasa, kalau wanita biasanya lebih telaten dalam hal mengurus
uang.” kata-kata Pak Sony membuyarkan lamunanku.
“Oh i-iya, Pak.”
aku agak terkaget-kaget. “Kenalkan saya Randy, Bu.” aku pun langsung
memperkenalkan diri seraya menjabat tangan putih nan halus mulus itu.
“Susy” jawabnya
singkat. Namun entah karena ke-ge er-anku atau hanya perasaanku saja, dia
memberikan senyuman yang mengandung arti. Semacam isyarat. Tapi, ah mungkin itu
hanya khayalanku saja.
***
Singkat cerita,
akhirnya aku pun tinggal di situ. Tak lama setelah aku tinggal di situ, datang
dua orang lagi yang tinggal di situ. Jadi total keseluruhan ada tiga orang yang
tinggal di kosan tersebut. Yang satu adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang
menyusun skripsi, sedangkan satunya lagi adalah seorang mahasiswi dari jurusan
ekonomi, dan aku tidak tahu mengapa akhirnya mereka menerima kos-kosan putri
juga.
Bu Susy adalah
orang yang baik dan ramah, hampir sama dengan suaminya. Pak Sony sendiri adalah
orang yang bekerja di pertambangan di Kalimantan
jadi praktis dia jarang sekali di rumah. Dia pulang sekitar dua minggu sekali.
Dan ini berarti yang mengurus operasional kos-kosan adalah Bu Susy.
Terkadang
melalui celah sekat pembatas, tanpa sengaja aku melihat Bu Susy keluar dari
kamar mandi hanya dengan berbalutkan handuk yang menutup dari dada sampai
lututnya saja. Payudara yang masih cukup kencang itu seperti tertekan oleh
balutan handuk, dan seperti berontak ingin keluar ketika ia berjingkat-jingkat
menuju kamarnya. Tubuhnya yang masih terbilang bagus untuk wanita seusianya
amatlah sayang untuk dilewatkan begitu saja. Dengan rambut yang masih basah
tergerai sampai pungungnya, dia tampak menarik dan boleh dibilang sexy. Mereka
memang belum memiliki momongan, mungkin karena kesibukan Pak Sony yang terlalu
lama hidup di site, aku menerka-nerka.
No comments:
Post a Comment